APAKAH AKU BAHAGIA ?
Karya : Fatechatul Ulya
Nadia,
sesosok gadis cantik, tinggi semampai, dengan pipi chubby dan bibir merah
merona yang menambah kecantikan parasnya. Gadis 15 tahun itu merupakan anak
tunggal dari lurah sebuah desa kecil nan terpencil, dengan penduduk ramah, penuh dengan kesederhanaan, namun keindahan
alamnya tetap terjaga. Kecantikan Nadia
tak sebanding dengan kecantikan parasnya. Nadia sangatlah egois, sombong dan
angkuh. Tak punya sopan santun. Hidupnya hanya untuk berfoya-foya. Gaya hidupnya
super mewah. Di tempat ini nadia tak punya teman. Remaja di desa ini enggan
berteman dengannya karena dia tak seperti remaja umumnya didesa ini.
Satu-satunya remaja yang mau berteman
dengannya adalah Aida gadis muslimah yang tak lain adalah saudaranya. Apakah Nadia sedih? Tentu
tidak. Nadia tak pernah mempermasalahkan hal itu. Karena baginya, kebahagiannya
tak terletak pada seberapa banyak teman yang ia miliki, namun terletak pada
seberapa banyak uang yang ia miliki. Nadia tak pernah tahu dari mana
orangtuanya mendapat uang untuk membiayai kehidupan mewahnya.
Gadis
15 tahun itu kini telah menyelesaikan pendidikan sekolah menegah pertamanya di
desa ini. Dan sekarang ia berniat melanjutkan sekolah menengah atasnya di kota.
Sebenarnya orangtua Nadia
tak menyetujui hal itu. Namun Nadia
tetap memaksa untuk pergi ke kota. Meski sempat terlintas dalam benaknya “Ridha orang tua adalah
ridha allah”, seperti itulan ajaran guru mengajinya dulu.
“Sekolah
disini saja nak, disini juga ada sekolah yang bagus”, kata ibu Nadia dengan suara paraunya.
“Ogah
ahh, Nadia pengen sekolah di sekolahan
internasional”, kata Nadia
dengan sombongnya.
Akhir minggu
bulan ini pun Nadia
berangkat ke kota. Dengan berat hati, orangtua Nadia mengantar putri kesayangannya itu
hingga ke terminal bus.
“Hati-hati disana nak,
kalau udah sampai segera kabari ayah
ibu”, ucap ayah Nadia.
“Iya
Yah, bawel banget sih”,
ucap Nadia sinis.
***
Di
kota, orangtua Nadia
telah mempersiapkan kamar kost cukup
mewah untuk remaja seusia Nadia.
Nadia sampai ketika sudah larut
malam. Nadia langsung tertidur setelah makan beberpa potong pizza. Ia lupa
bahwa harus menelfon orangtuanya. Keesokan paginya, Nadia segera bersipa
untuk berangkat mendaftar ke SMA yang ia inginkan. Sebelum berangakat Nadia membuka isi
dompetnya melihat puluhan lembar uang
seratusan pemberian orangtuanya
untuk kehidupan Nadia
dikota selama sebulan.
Ketika
mendaftar di sekolah barunya, Nadia
melihat banyak siswa yang mendaftar dengan menaiki mobil mewah. Yap, tentu saja
Nadia menginginkan hal
itu. Siang hari setelah mendaftar sekolah, Nadia
pergi ke mall untuk membeli perlengkapan yang belum ada di kostnya. Tak sengaja di
mall ia bertemu dengan seorang cowok tampan. Siapakah dia ? Dia adalah cowok yang ada di kantin sekolah sekolah tadi. Tadi? Ya. Ketika ia membeli
minum di kantin sekolah tadi, ia berkenalan dengan cowok itu. Nadia
mengahampiri cowok itu yang sedang bersama genk motornya.
“Hai.
Lagi ngapain disini?”, sapa Nadia.
“Ehh.
Lagi maen aja, loe?”, jawab cowok itu.
“Lagi
ngabisin duit nih. Ehh nama loe siapa tadi? Gue lupa”, tanya Nadia.
“Gue
Vean, udah dulu ya, gue
mau pulang”, cowok itu meninggalkan Nadia
yang pipinya sedang memerah.
Setelah
Vean pergi, Nadia
pun pulang ke kostnya
dengan perasaan bahagia. Nadia merebahkan tubuh langsingnya ke atas tempat
tidur. Ia menerawang ke langit-langit kamarnya,
memikirkan hal-hal yang telah terjadi di tempat barunya ini. Apakah Nadia bahagia? Ya, dia
bahagia, bahkan sangat bahagia. Dia sangat nyaman disini. Tak terasa mata lelah
Nadia mulai terpejam dan
mulai membuat mimipi-mimpi indahnya.
***
Hari
ini tepat hari Senin.
Hari pertama Nadia
memasuki masa SMAnya. Pagi hari dengan penuh semangat, dengan membawa tas punggung
warna pink kesukaanya Nadia
berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Karena jarak kost dengan sekolahnya
tidak terlalu jauh. Awal memasuki gerbang depan sekolahnya nadia bertemu dengan
vean, ia kakak kelas nadi yang terkenal sangat urakan dan playboy. Tapi Nadia, tak peduli akan
hal itu. Vean berjalan mengantar Nadia
ke kelasnya yang terletak di lantai tiga gedung depan. Di sepanjang koridor
banyak tatapan sinis yang mengarah ke Nadia
dan Vean. Dan lagi-lagi Nadia tak peduli dengan
hal itu. Tak sengaja
Nadia mendengar dua
orang sisiwi yang bercakap-cakap tentang Nadia dan Vean. Tentu saja hal itu
mencing amarah
Nadia.
“Apa
loe bilang? Gue cewek murahan yang hanya akan dimanfaatkan oleh Vean? Heh, gue nggak
serendah itu. Loe itu yang cewek murahan”, hardik Nadia dengan penuh
emosi.
“Apa
sih loe, anak kelas satu udah berani sama anak kelas tiga. Mau jadi apa loe
disini?”, kata salah satu sisiwi itu dengan tak kalah kasarnya.
Adu
mulut itu harus terhenti karena bel masuk
berbunyi. Dengan cepat Vean
mengantar Nadia
ke kelasnya. Langkah kaki pertama Nadia
memasuki kelas barunya itu telah mendapatkan tatapan sinis dari gurunya yang
ternyata sudah berada dikelas. Tanpa permisi, Nadia langsung duduk di bangku paling
belakang.
Dikelas
baru itu Nadia
berkenalan dengan seorang cewek
yang bernama Rissa yang tak lain adalah adik tiri Vean. Meski baru kenalan,
mereka sudah sangat akrab, dan saling bertukar nomor telepon. Saat istirahat Nadia dan Rissa makan di
kantin dan tak lama Vean
dan genknya datang untuk bergabung. Vean dan Nadia begitu dekat. Ini dapat terlihat ketika
mereka sedang makan tak sungkan untuk saling menyuapi.
Apa
yang ditunggu anak sekolah? Tak lain adalah bel pulang. Nadia pulang diantar
dengan Rissa naik mobil yang
menjemput Rissa. Saat menunggu mobil yang akan menjemput rissa, tak sengaja Vean melihat dan berniat
untuk menawari pulang bersamanya saja.
“Hai,
belum pulang?”, tanya Vean
kepada dua gadis cantik itu.
“Belum
bang, masih nunggu sopir”, jawab Rissa dengan tetap memainkan handphonenya.
“Nad,
gimana kalo loe pulang bareng gue aja?, tawar Vean.
“Ya,
kalian pulang duluan aja”, tambah Rissa.
Nadia segera naik ke motor milik Vean. Nadia sudah
mengingatkan Vean
untuk belok kanan di perempatan pertama. Tapi Vean tetap lurus.
“Kok
lurus? Kan harusnya belok!”, ucap Nadia
yang tak dihiraukan oleh Vean.
Motor Vean berhenti disebuah
tempat yang Nadia
tak mengenalinya.
“Tempat
apa ini? Kaya’ cafe, tapi kok sepi?, tanya Nadia.
Vean
menjawab dengan tenangnya
bahwa itu tempat karaoke. Karaoke? Inilah awal kehancuran Nadia dimulai. Di tempat
ini awalnya Nadia
hanya bernyanyi-nyanyi saja dengan gembira. Ketika Nadia sedang menyanyi
lagu keempat, Vean
pamit ingin pergi ke kamar mandi. Nadia hanya mengangguk dan melanjutkan
menyanyi. Nadia begitu menikmati di tempat yang tadinya asing baginya ini. Tapi
Nadia, mudah beradaptasi
dengan lingkungan barunya ini. Begitu asiknya bernyanyi, Nadia tak menyadari jika
Vean telah kembali kembali dari kamar mandi dan langsung mematikan musik yang
sedang Nadia nikmati.
“Kok
dimatiin sih?”, tanya Nadia
cemberut.
“Nad.
I love you”, ucap Vean
tiba-tiba dengan memberikan seikat bunga.
Nadia
terpaku melihat tingkah Vean. Ia tak menyangka pemuda yang baru dikenalnya menaruh
perasaan kepadanya. Pipi Nadia
memerah. Sedangkan Vean
menatap Nadia denga was-was
takut persaannya tak terbalaskan. Perasaan? Apakah Vean memiliki perasaan? Tentu tidak. Dia kan
playboy. Dia hanya mendekati
perempuan-perempuan cantik untuk dinikmati saja. Sudah banyak korban Vean. Tentu Nadia tak
mengetahui hal itu. Karena Nadia
memang tak pernah peduli tentang hal itu. Akhirnya sejak saat itu Nadia dan Vean menjalin hubungan.lalu
bagaimana dengan Rissa
? tentu saja Rissa
mengetahi hal itu.
***
Beberapa
hari setelah keberangkatan Nadia,
orangtua Nadia
mulai merindukan anak kesayangannya itu. Sejak terakhir kali bertemu sampai
saat ini mereka belum mendapat
kabar dari anaknya tersebut. Mereka ingin menelfon Nadia, tapi mereka takut
jika Nadia sedang sibuk
bersekolah. Ketika dua orangtua tersebut
termenung, tiba-tiba Nadia
telepon. Betapa senangnya
hati orang tua Nadia.
Dengan penuh bahagia mereka menjawab telepon Nadia.
“Hallo
Nad, apa kabar? Kamu
baik-baik ajakan disana?”, cerocos ibu
Nadia.
“Aku
baik-baik aja kok. Cuma..uangnya abis aja”, jawab Nadia singkat.
“Ohh,
berapa yang kamu butuhkan sayang?”,
tanya ayah Nadia.
“Cuma.. tiga kalilipat dari yang
kemaren aja kok yah”,
jawab Nadia dengan entengnya.
“Oke,
segera akan Ayah
kirim Nadia, “ sela Ibu Nadia.
Tanpa
berlama-lama Nadia
langsung menutup telfonnya. Betapa kecewanya kedua orangtua yang mengharapkan
dapat berbicara dengan anaknya yang sedang jauh tapi anaknya malah tidak
memperdulikan hal itu.
Selang bebrapa
hari uang yang ditunggu Nadia
datang juga. Betapa bahagia hati gadis itu.setelah menerima uang itu Nadia termenung sesaat
di tempat tidurnya.
“Untuk
apa uang sebanyak ini?”, batin Nadia.
Nadia tersenyum
sesaat. Yap, dia berniat menggunakan uang tersebut untuk mentraktir sahabatnya
dan kekasihnya, Rissa
dan Vean.
Keesokan
harinya, disekolah Nadia
berangkat lebih awal daari biasanya. Seperti biasa, Rissa tetap berangkat
lebih siang darinya.
“Anak
itu selalu datang telat”, umpat Nadia.
Aktivitas
disekolah pun berjalan seperti biasa.
Seperi biasa? Ya, siswa disini selalu menunggu bel pulang sekolah. Lima belas
menit setelah bel pulang berbunyi barulah Nadia,
Rissa, Vean dan genk motornya
keluar meninggalakan sekolah.
Mereka bersama-sama menuju cafe karena Nadia
akan mentraktir mereka.
Malam
harinya setelah Nadia
hang out bersama teman-temannya itu Nadia
langsung tertidur pulas. Keesokan harinya saat Nadia menyiapkan buku-buku yang akan
dibawannya kesekolah. Ini kebiasaan buruk Nadia
sejak berada disini. Tiba-tiba Nadia teringat bahwa hari ini akan diadakan ulangan
Sejarah. Dan Nadia
belum belajar sedikitpun. Apakah Nadia
pusing dengan hal ini? Tentu tidak. Karena Nadia
akan membawa ponselnya saat ulangan nanti. Menyontek? Itulah pelajaran yang diterima Nadia dari Rissa.
Saat
ulangan Nadia dengan mudah
mengerjakannya karena ia mencari jawaban di internet. Kecurangan ini hanya diketahui
oleh Rissa. Lalu guru tidak
mengawasi ulangan dengan ketat. Hanya sesekali mengingatkan siswanya untuk
mengaerjakan dngan jujur. Sudah berulang kali Nadia menyontek saat ulangan harian maupun saat tes
kenaikan. Namun belum sekalipun ketahuan.
***
Hari
berganti bulan, bulan
berganti tahun tak terasa Nadia
sudah hampir menyelesaikan sekolah SMAnya
disini. Beberapa bulan lagi Nadia
akan melaksanakan ujian kelulusan. Selama hampir tiga tahun tinggal dikota
ramai namun orang-orangnya tak bermoral ini belum pernah sekalipun orangtua Nadia datang kesini.
Mereka mengawasi Nadia
hanya dari saudara mereka yang satu kota dengan Nadia. Saudara? Ya, itu memang benar
saudara. Tetapi sudah diberi uang tutup mulut oleh Nadia. Jadi semua aman untuk
Nadia.
Selama
tinggal disini Nadia
selalu meminta uang lebih kepada orangtuanya tiap bulan. Sedangkan orangtua Nadia selalu menuruti
keinginan anaknya tersebut. Betapa pusingnya kedua orangtua tersebut. Tapi tak
pernah kehabisan akal untuk memenuhi kebutuhan putri kesayangannya tersebut. Dari
menjual lahan perkebunan, menjual tanah warisan, menggadaikan rumah, dan
menghutang. Tapi semua itu masih belum cukup untuk membiayai putri kesayangnnya
tersebut. Hingga dengan terpaksa ayah Nadia
melakukan korupsi. Hal ini tak diketahui siapapun kecuali ibu Nadia.
Lama-lama
hal ini mulai diketahui oleh pegawai lain. Karena mulai takut akhirnya ayah Nadia mengundurkan diri dari
jabatan seorang lurah. Kedua orang tua Nadia
sepakat untuk tidak memberitahukan hal ini kepada Nadia. Mereka takut jika
hal ini akan menggaanggu konsentrasi Nadia
yang akan menghadapi ujian kelulusan.
Sedangkan
di kota Nadia tengah
bersenang-senang menghabiskan uang dari orangtuanya. Dalam telfon terkhir
dengan kedua orangtuanya Nadia
meminta tambahan uang.
“Bu,
bentar lagi Nadia
ujian, Nadia butuh duit untuk bayar ujian. Lusa duit harus sudah nyampe”, ucap Nadia tegas.
“Iya, Ayah Ibu usahain secepatnya
biar kamu bisa ikut ujian sayang”, ucap orangtua Nadia dengan berat hati karena sebenarnya
mereka sudah tidak punya uang untuk membiayai kehidupan mewah Nadia. Membiayai hobi Nadia yang tak lain adalah belanja meski
barang yang Nadia
beli sebenarnya sudah ia miliki.
Tak
sampai lusa uang yang diharapkan Nadia
datang juga. Itulah uang terkhir yang dikirimkan untuk Nadia. Bukankah orangtua
Nadia sudah jatuh
miskin? Lalu dari mana mereka mendapat uang unutk dikirim ke Nadia? Terpaksa ayah Nadia mencuri uang
tetangga untuk Nadia.
Mereka begitu menyayangi putri tunggalnya itu. Sehingga berbagai macam cara
mereka halalkan
untuk membahagiakan Nadia.
Sedangkan Nadia?
Ia tak pernah sekalipun menghargai apapun yang telah diberikan orangtuannya
kepada Nadia. Ia
menyin-nyiakannya begitu saja. Tak
pernah dihargai sekecilpun.
Saat
di kantin sekolah, Nadia
menceritakan kepada Rissa dan Vean bahwa ia baru saja
menerima uang dari orangtuannya.
“Ehh
gue bohong, gue bilang gue butuh duit buat bayar ujian, padahalkan ujian nggak
bayar, liat nih duitnya..” kata Nadia
sambil menunjukkan uang seratusan yang jumlahnya cukup banyak.
“Ini
duit bisa buat kita karaokean ntar malam, hahah:”, ucap Nadia dengan bahagia dan
bangganya karena akan mentraktir teman-temnnya lagi.
“Tapi
kan besok ujian?”, elak Rissa.
“Yaellah,
ngapain dipilkirin sih? Kaya biasa dong, bawa hp trus browsing deh”.
Malamnya
Nadia, Rissa dan Vean bersiap berangkat
ke tempat karaoke. Vean seperti biasa menjemput Nadia di depan cafe dekat kost Nadia. Dan mereka berangkat karaoke dengan
naik motor berdua. Seperti halnya remaja zaman
sekarang. Nadia pergi hanya menggunakan celana jeans ketat dipadu dengan atasan
berupa kaos tanpa lengan. Saat naik motor dengan mesra Nadia memeluk Vean dari belakang.
“Sayang..”,
ucap Vean lirih.
Nadia tak
menjawab. Hanya memeluk kekasihnya lebih erat saja karen hawa dingin mulai
menusuk tulang-tulangnya. Sesampainya ditempat karaoke ternya Rissa belum datang.
“Kebiasaan,
suka telat”, kesal Vean
sambil menyesapi asap rokok kesukaannya.
“Sabar
hunny, paling bentar lagi datang”, hibur Nadia.
Keduana terdiam
sesaat. Ponsel Vean
pun mulai memecahkan hening yang mulai terbentuk. Dengan cepat Vean memeriksa ponselnya
ternyata satu
pesan masuk dari Rissa
“Duh,
gimana ini? Rissa nggak jadi ikutan”, ucap
Vean.
“Yaudah
deh gapapa, kita masuk langsunag ja say”.
“Siap
cinta”, senyum Vean.
Nadia
sudah mulai tak canggung lagi di tempat ini. Dia juga mulai terbiasa dengan
pelayan-pelayan disini. Bahkan ia sudah pernah mencicipi semua menu yang ada di
tempat karaoke ini. Dari makanan ringan seperti kentang goreng dan jus, sampai
dengan minuman beralkohol. Meskipun sudah tahu bahwa kekasihnya besok akan
melakukan ujian kelulusan, Vean tetap saja memesan minuman beralkohol kepada
pelayan.
Satu,
dua, sampai tiga botol minuman beralkohol mereka teguk bersama. Lalu bagaimana
dengan Nadia? Sudah pasti dia sudah mabuk. Sudah tak sadar dengan apa yang ada
disekitarnya. Setelah cukup larut malam, Vean mengajak Nadia untuk pulang.
Karena Nadia yang sudah tak sadarkan diri, dengan terpaksa Vean memapah
kekasihnya tersebut. Seperti biasa, Vean hanya mengantar Nadia sampai ke depan
cafe. Selanjutnya Nadia pulang sendiri dengan jalan kaki.
Saat Nadia berjalan
pulang dengan sempoyongan, ada lima orang preman yang melihatnya. Nadia sempat
digoda.
“Cewek..
pulang sendirian aja”, celetuk salah seorang preman yang berambut panjang.
Tapi Nadia hanya
melemparkan senyum kepada preman itu. Apa yang preman lakukan selanjutnya?
Mereka berusaha mengajak Nadia untuk melakukan hal-hal buruk. Nadia yang mabuk
berat hanya mengiyakannya saja.
“Mampir
dulu neng”, ujar preman yang berkepala botak.
Malam itu pun
lima orang preman melakukan pelecehan terhadap Nadia, dengan kondisi Nadia yang
sedang mabuk. Dan Nadia sampai di kost
pukul dua dini hari.
Keesokan
harinya Nadia bangun kesiangan
dan dengan tergesa-gesa berangkan ujian kelulusan tanpa sarapan terlebih
dahulu. Sampai di sekolah seperti biasa, dia langsung menghampiri Rissa seorang
karena Vean memang sudah lulus dari sekolah tersebut.
“Ehh.. semalem kok nggak ikut sih?
Kan asik”, tanya Nadia dengan cemberut.
“Sorry,
gue nggak dibolehin keluar. Disuruh belajar buat ujian.
“Belajar???
Hahaha...”, ejek Nadia. Karena memang Rissa tak pernah belajar dan tiba-tiba
disuruh belajar orangtuanya.
Percakapan
mereka terhenti karena bel memasuki ruang ujian telah berbunyi. Mereka harus
berpisah. Mereka tidak ujiandalam satu ruangan.
Ujian
hari pertama, kedua, ketiga Nadia berjalan berbaik. Tapi tak sebaik kondisi
orangtua Nadia di desa. Lama-lama aksi korupsi dan mencuri ayah Nadia mulai
diketahui warga. Mereka mulai curiga sejak salah seorang warga melihat ayah
Nadia membawa sebuah tv malam-malam. Alasannya akan membawa tv tersebut ke
tukang reparasi, padahal jam segitu tempat reparasi sudah tutup. Kecurigaan
berikutnya diketahui dari salah satu perangkat desa yang menuturkan bahwa ayah
Nadia sering mengambil uang kelurahan dan tidak ingin dicatat. Lama-kelamaan warga
mulai berniat untuk melaporkan masalah ini ke pihak yang berwajib.
***
Hari
ini hari terakhir Nadia menjalani ujian kelulusannya. Nadia berangkat seperti
biasa. Seperti biasa? Ya, Nadia berangkat memasuki ruang ujian dengan membawa
ponsel untuk menyontek yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Apakah Rissa masih
seperti ini juga? Tidak, tiap malam ia belajar karena disuruh orangtuanya.
Bahkan orangtua Rissa mendatangkan guru les privat.
Hari
terakhir ini tak seperti biasanya. Nadia tampak gelisah. Hari-hari sebelumnya ia
tak pernah geisah seperti ini. Nadia mengerjakan soal jian dengan menyontek.
Tapi pengawas saat itu sangat teliti. Sehingga aksi menyontak Nadia ketahuan.
Ponsel Nadia disita. Nadia dinyatakan tidak lulus dan dikeluarkan dari sekolah.
Hari itu juga tepat ketika ayah Nadia di penjarakan oleh warga. Tepat rumah
Nadia disita bank karena orangtua Nadia tidak sanggup membayar
hutang-hutangnya. Bagaimana dengan ibu Nadia? Ibu Nadia tinggal di rumah adik
kandungnya, yang tak lain Ibu dari Aida. Hanya keluarga itulah yang mau
menerima dan memaafkan
keluarga Nadia.
Setelah
dikeluarkan, Nadia segera mengemasi barang-barangnya dikost dan berniat pulang ke
desa. Sesampainya Nadia di depan rumah, ia mendapati tulisan di depan pintu.
“Rumah ini disita bank, apa
maksudnya ini??”, tanya Nadia dalam batin. Nadia hanya mematung diri di depan
pintu rumah itu. Sampai suara lembut Aida membuyarkan Lamunannya.
“Kak Nadia, kak Nadia.. kapan Kak
Nadia pulang??, tanya Aida.
“Ehh,
barusan. Mamah ke mana? Ayah ke mana? Kok rumah gue disita bank?”, cerocos
Nadia.
“saya jelaskan dirumah aja Kak”.
Aida dan Nadia
segera menuju rumah Aida yang letaknya tidak jauh dari tempat itu. Disana Nadia
mendapati Ibunya yang sedang murung dengan wajah pucat dan badan yang kurus.
“Buu..”
“Nadia???” segera orangtua dan anak
tersebut tenggelam dalam pelukan hangat.
Sunyi terasa. “Bu apa yang terjadi? Ayah
kemana?”
Dengan berlinag
air mata Ibu menceritakan semua yang terjadi. Nadia hanya mendengarkan dan
mulai meneteskan butiran bening dari mata indahnya. Ia baru menyadari bahwa selama ini Nadia
telah begitu menyengsarakan kedua orangtuanya.
“Maafin
Nadia Buu”, kata Nadia sendu.
Ibu Nadia hanya memeluk dan melemparkan senyum
kepada putri kesayangannya itu.
Keesokan
harinya Nadia dan Ibunya menjenguk ayahnya yang terkurung dalam dalam penjara
atas kelakuannya. Nadia tak lupa meminta maaf kepada ayahnya itu. Dan balasan
yang sama didapat oleh Nadia.
“Kamu
bagaiman sekolahnya?”
Nadia
kembali berlinang air mata. Ia menceritakan semua yang terjadi. Awal
berkenalannya dengan Vean dan Rissa, masalah membohongi orangtua tentang uang,
hingga masalah ia mengalami pelecehan oleh preman kota. Orangtua Nadia begitu
terpukul mendengar pernyataan bahwa Nadia dikeluarkan dari sekolah dan
dinyatakan tidak lulus. Mereka merasa bahwa mereka telah gagal mendidik dan
menjaga putrinya itu.
Seminggu,
dua minggu Nadia dan ibunya tinggal dirumah keluarga Aida yang begitu baik
memperlakukannya. Namun kondisi Nadia dan Ibunya semakin memburuk. Ibu Nadia
mulai gila memikirkan semua masalah ini. Belum lagi Nadia yang sudah seminggu ini tak kedatangan tamu bulanan. Nadia mulai
khawatir dengan keadaannya.
”Mungkinkah aku hamil???”, batin
Nadia.
Sore ini ketika Nadia sedang duduk ditepi sungai
tempat bermainnya semasa kecil. Nadia terseyum simpul. Mengenang masa kecilnya yang
masih begitu indah. Bermain dengan banyak teman. Selalu ada ayah ibunya yang
memberi kasih sayang lebih dari apapun. Tapi sekarang kondisi itu telah
berubah. Tak ada lagi orangtua yang menemaninya setiao waktu. Teman pun tak
ada. Hanya Aida yang sesekali menemaninya. Tak terasa Nadia mulai meneteskan
butiran bening mulai menetes dari mata bulanya. Dan sebuah dau kering yang
berguguran jatuh tepat di pangkunya.
“Seperti daun kering ini kah aku? Yang
sudah tak berharaga, mudah rapuh..”, batin Nadia.
Kini Nadia mulai sadar. Bahwa uang bukanlah sumber
kebahagiaan. Tapi kebahagiaan terletak dai seberapa banyak kasih sayang yang
diterimanya. Seperti halnya Aida yang hidupnya selalu bahagia meskipun
kehidupannya sederhana. Dengan menatap matahari yang mulai tenggelam dengan
mengelus perutnya yang ulai membuncit.
“Apakah aku bahagia???”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar