Minggu, 01 November 2015

CERPENKU



APAKAH AKU BAHAGIA ?
Karya : Fatechatul Ulya

Nadia, sesosok gadis cantik, tinggi semampai, dengan pipi chubby dan bibir merah merona yang menambah kecantikan parasnya. Gadis 15 tahun itu merupakan anak tunggal dari lurah sebuah desa kecil nan terpencil, dengan penduduk ramah,  penuh dengan kesederhanaan, namun keindahan alamnya tetap terjaga. Kecantikan Nadia tak sebanding dengan kecantikan parasnya. Nadia sangatlah egois, sombong dan angkuh. Tak punya sopan santun. Hidupnya hanya untuk berfoya-foya. Gaya hidupnya super mewah. Di tempat ini nadia tak punya teman. Remaja di desa ini enggan berteman dengannya karena dia tak seperti remaja umumnya didesa ini. Satu-satunya remaja yang mau berteman dengannya adalah Aida gadis muslimah yang tak lain adalah saudaranya. Apakah Nadia sedih? Tentu tidak. Nadia tak pernah mempermasalahkan hal itu. Karena baginya, kebahagiannya tak terletak pada seberapa banyak teman yang ia miliki, namun terletak pada seberapa banyak uang yang ia miliki. Nadia tak pernah tahu dari mana orangtuanya mendapat uang untuk membiayai kehidupan mewahnya.
Gadis 15 tahun itu kini telah menyelesaikan pendidikan sekolah menegah pertamanya di desa ini. Dan sekarang ia berniat melanjutkan sekolah menengah atasnya di kota. Sebenarnya orangtua Nadia tak menyetujui hal itu. Namun Nadia tetap memaksa untuk pergi ke kota. Meski sempat terlintas dalam benaknya “Ridha orang tua adalah ridha allah”, seperti itulan ajaran guru mengajinya dulu.
            Sekolah disini saja nak, disini juga ada sekolah yang bagus”, kata ibu Nadia dengan suara paraunya.
            Ogah ahh, Nadia pengen sekolah di sekolahan internasional”, kata Nadia dengan sombongnya.
Akhir minggu bulan ini pun Nadia berangkat ke kota. Dengan berat hati, orangtua Nadia mengantar putri kesayangannya itu hingga ke terminal bus.
Hati-hati disana nak, kalau udah sampai segera kabari ayah ibu”, ucap ayah Nadia.
            Iya Yah, bawel banget sih”, ucap Nadia sinis.
***

Di kota, orangtua Nadia telah mempersiapkan kamar kost cukup mewah untuk remaja seusia Nadia. Nadia sampai ketika sudah larut malam. Nadia langsung tertidur setelah makan beberpa potong pizza. Ia lupa bahwa harus menelfon orangtuanya. Keesokan paginya, Nadia segera bersipa untuk berangkat mendaftar ke SMA yang ia inginkan. Sebelum berangakat Nadia membuka isi dompetnya melihat puluhan lembar uang seratusan pemberian orangtuanya untuk kehidupan Nadia dikota selama sebulan.
Ketika mendaftar di sekolah barunya, Nadia melihat banyak siswa yang mendaftar dengan menaiki mobil mewah. Yap, tentu saja Nadia menginginkan hal itu. Siang hari setelah mendaftar sekolah, Nadia pergi ke mall untuk membeli perlengkapan yang belum ada di kostnya. Tak sengaja di mall ia bertemu dengan seorang cowok tampan. Siapakah dia ?  Dia adalah cowok yang ada di kantin sekolah  sekolah tadi. Tadi? Ya. Ketika ia membeli minum di kantin sekolah tadi, ia berkenalan dengan cowok itu. Nadia mengahampiri cowok itu yang sedang bersama genk motornya.
            Hai. Lagi ngapain disini?”, sapa Nadia.
            Ehh. Lagi maen aja, loe?”, jawab cowok itu.
            Lagi ngabisin duit nih. Ehh nama loe siapa tadi? Gue lupa”, tanya Nadia.
            Gue Vean, udah dulu ya, gue mau pulang”, cowok itu meninggalkan Nadia yang pipinya sedang memerah.
Setelah Vean pergi, Nadia pun pulang ke kostnya dengan perasaan bahagia. Nadia merebahkan tubuh langsingnya ke atas tempat tidur. Ia menerawang ke langit-langit kamarnya, memikirkan hal-hal yang telah terjadi di tempat barunya ini. Apakah Nadia bahagia? Ya, dia bahagia, bahkan sangat bahagia. Dia sangat nyaman disini. Tak terasa mata lelah Nadia mulai terpejam dan mulai membuat mimipi-mimpi indahnya.
***

Hari ini tepat hari Senin. Hari pertama Nadia memasuki masa SMAnya. Pagi hari dengan penuh semangat, dengan membawa tas punggung warna pink kesukaanya Nadia berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Karena jarak kost dengan sekolahnya tidak terlalu jauh. Awal memasuki gerbang depan sekolahnya nadia bertemu dengan vean, ia kakak kelas nadi yang terkenal sangat urakan dan playboy. Tapi Nadia, tak peduli akan hal itu. Vean berjalan mengantar Nadia ke kelasnya yang terletak di lantai tiga gedung depan. Di sepanjang koridor banyak tatapan sinis yang mengarah ke Nadia dan Vean. Dan lagi-lagi Nadia tak peduli dengan hal itu. Tak sengaja Nadia mendengar dua orang sisiwi yang bercakap-cakap tentang Nadia dan Vean. Tentu saja hal itu mencing amarah Nadia.
            Apa loe bilang? Gue cewek murahan yang hanya akan dimanfaatkan oleh Vean? Heh, gue nggak serendah itu. Loe itu yang cewek murahan”, hardik Nadia dengan penuh emosi.
            Apa sih loe, anak kelas satu udah berani sama anak kelas tiga. Mau jadi apa loe disini?”, kata salah satu sisiwi itu dengan tak kalah kasarnya.
Adu mulut itu harus terhenti karena bel masuk  berbunyi. Dengan cepat Vean mengantar Nadia ke kelasnya. Langkah kaki pertama Nadia memasuki kelas barunya itu telah mendapatkan tatapan sinis dari gurunya yang ternyata sudah berada dikelas. Tanpa permisi, Nadia langsung duduk di bangku paling belakang.
Dikelas baru itu Nadia berkenalan dengan seorang cewek yang bernama Rissa yang tak lain adalah adik tiri Vean. Meski baru kenalan, mereka sudah sangat akrab, dan saling bertukar nomor telepon. Saat istirahat Nadia dan Rissa makan di kantin dan tak lama Vean dan genknya datang untuk bergabung. Vean dan Nadia begitu dekat. Ini dapat terlihat ketika mereka sedang makan tak sungkan untuk saling menyuapi.
Apa yang ditunggu anak sekolah? Tak lain adalah bel pulang. Nadia pulang diantar dengan Rissa naik mobil yang menjemput Rissa. Saat menunggu mobil yang akan menjemput rissa, tak sengaja Vean melihat dan berniat untuk menawari pulang bersamanya saja.
            Hai, belum pulang?”, tanya Vean kepada dua gadis cantik itu.
            Belum bang, masih nunggu sopir”, jawab Rissa dengan tetap memainkan handphonenya.
            Nad, gimana kalo loe pulang bareng gue aja?, tawar Vean.
            Ya, kalian pulang duluan aja”, tambah Rissa.
Nadia segera naik ke motor milik Vean. Nadia sudah mengingatkan Vean untuk belok kanan di perempatan pertama. Tapi Vean tetap lurus.
            Kok lurus? Kan harusnya belok!”, ucap Nadia yang tak dihiraukan oleh Vean.
Motor Vean berhenti disebuah tempat yang Nadia tak mengenalinya.
            Tempat apa ini? Kaya’ cafe, tapi kok sepi?, tanya Nadia.
Vean menjawab dengan tenangnya bahwa itu tempat karaoke. Karaoke? Inilah awal kehancuran Nadia dimulai. Di tempat ini awalnya Nadia hanya bernyanyi-nyanyi saja dengan gembira. Ketika Nadia sedang menyanyi lagu keempat, Vean pamit ingin pergi ke kamar mandi. Nadia hanya mengangguk dan melanjutkan menyanyi. Nadia begitu menikmati di tempat yang tadinya asing baginya ini. Tapi Nadia, mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya ini. Begitu asiknya bernyanyi, Nadia tak menyadari jika Vean telah kembali kembali dari kamar mandi dan langsung mematikan musik yang sedang Nadia nikmati.
            Kok dimatiin sih?”, tanya Nadia cemberut.
            Nad. I love you”, ucap Vean tiba-tiba dengan memberikan seikat bunga.
Nadia terpaku melihat tingkah Vean. Ia tak menyangka pemuda yang baru dikenalnya menaruh perasaan kepadanya. Pipi Nadia memerah. Sedangkan Vean menatap Nadia denga was-was takut persaannya tak terbalaskan. Perasaan? Apakah Vean memiliki perasaan? Tentu tidak. Dia kan playboy.  Dia hanya mendekati perempuan-perempuan cantik untuk dinikmati saja.  Sudah banyak korban Vean. Tentu Nadia tak mengetahui hal itu. Karena Nadia memang tak pernah peduli tentang hal itu. Akhirnya sejak saat itu Nadia dan Vean menjalin hubungan.lalu bagaimana dengan Rissa ? tentu saja Rissa mengetahi hal itu.
***

Beberapa hari setelah keberangkatan Nadia, orangtua Nadia mulai merindukan anak kesayangannya itu. Sejak terakhir kali bertemu sampai saat ini mereka belum mendapat kabar dari anaknya tersebut. Mereka ingin menelfon Nadia, tapi mereka takut jika Nadia sedang sibuk bersekolah. Ketika dua orangtua tersebut termenung, tiba-tiba Nadia telepon. Betapa senangnya hati orang tua Nadia. Dengan penuh bahagia mereka menjawab telepon Nadia.
            Hallo Nad, apa kabar? Kamu baik-baik ajakan disana?”, cerocos ibu Nadia.
            Aku baik-baik aja kok. Cuma..uangnya abis aja”, jawab Nadia singkat.
            Ohh, berapa yang kamu  butuhkan sayang?”, tanya ayah Nadia.
            “Cuma.. tiga kalilipat dari yang kemaren aja kok yah”, jawab Nadia dengan entengnya.
            Oke, segera akan Ayah kirim Nadia, “ sela Ibu Nadia.
Tanpa berlama-lama Nadia langsung menutup telfonnya. Betapa kecewanya kedua orangtua yang mengharapkan dapat berbicara dengan anaknya yang sedang jauh tapi anaknya malah tidak memperdulikan hal itu.
Selang bebrapa hari uang yang ditunggu Nadia datang juga. Betapa bahagia hati gadis itu.setelah menerima uang itu Nadia termenung sesaat di tempat tidurnya.
            Untuk apa uang sebanyak ini?”, batin Nadia.
Nadia tersenyum sesaat. Yap, dia berniat menggunakan uang tersebut untuk mentraktir sahabatnya dan kekasihnya, Rissa dan Vean.
Keesokan harinya, disekolah Nadia berangkat lebih awal daari biasanya. Seperti biasa, Rissa tetap berangkat lebih siang darinya.
            Anak itu selalu datang telat”, umpat Nadia.
Aktivitas disekolah   pun berjalan seperti biasa. Seperi biasa? Ya, siswa disini selalu menunggu bel pulang sekolah. Lima belas menit setelah bel pulang berbunyi barulah Nadia, Rissa, Vean dan genk motornya keluar meninggalakan sekolah. Mereka bersama-sama menuju cafe karena Nadia akan mentraktir mereka.
Malam harinya setelah Nadia hang out bersama teman-temannya itu Nadia langsung tertidur pulas. Keesokan harinya saat Nadia menyiapkan buku-buku yang akan dibawannya kesekolah. Ini kebiasaan buruk Nadia sejak berada disini. Tiba-tiba Nadia  teringat bahwa hari ini akan diadakan ulangan Sejarah. Dan Nadia belum belajar sedikitpun. Apakah Nadia pusing dengan hal ini? Tentu tidak. Karena Nadia akan membawa ponselnya saat ulangan nanti. Menyontek? Itulah pelajaran yang diterima Nadia dari Rissa.
Saat ulangan Nadia dengan mudah mengerjakannya karena ia mencari jawaban di internet. Kecurangan ini hanya diketahui oleh Rissa. Lalu guru tidak mengawasi ulangan dengan ketat. Hanya sesekali mengingatkan siswanya untuk mengaerjakan dngan jujur. Sudah berulang kali Nadia menyontek saat ulangan harian maupun saat tes kenaikan. Namun belum sekalipun ketahuan.
***

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun tak terasa Nadia sudah hampir menyelesaikan sekolah SMAnya disini. Beberapa bulan lagi Nadia akan melaksanakan ujian kelulusan. Selama hampir tiga tahun tinggal dikota ramai namun orang-orangnya tak bermoral ini belum pernah sekalipun orangtua Nadia datang kesini. Mereka mengawasi Nadia hanya dari saudara mereka yang satu kota dengan Nadia. Saudara? Ya, itu memang benar saudara. Tetapi sudah diberi uang tutup mulut oleh Nadia. Jadi semua aman untuk Nadia.
Selama tinggal disini Nadia selalu meminta uang lebih kepada orangtuanya tiap bulan. Sedangkan orangtua Nadia selalu menuruti keinginan anaknya tersebut. Betapa pusingnya kedua orangtua tersebut. Tapi tak pernah kehabisan akal untuk memenuhi kebutuhan putri kesayangannya tersebut. Dari menjual lahan perkebunan, menjual tanah warisan, menggadaikan rumah, dan menghutang. Tapi semua itu masih belum cukup untuk membiayai putri kesayangnnya tersebut. Hingga dengan terpaksa ayah Nadia melakukan korupsi. Hal ini tak diketahui siapapun kecuali ibu Nadia.
Lama-lama hal ini mulai diketahui oleh pegawai lain. Karena mulai takut akhirnya ayah Nadia mengundurkan diri dari jabatan seorang lurah. Kedua orang tua Nadia sepakat untuk tidak memberitahukan hal ini kepada Nadia. Mereka takut jika hal ini akan menggaanggu konsentrasi Nadia yang akan menghadapi ujian kelulusan.
Sedangkan di kota Nadia tengah bersenang-senang menghabiskan uang dari orangtuanya. Dalam telfon terkhir dengan kedua orangtuanya Nadia meminta tambahan uang.
            Bu, bentar lagi Nadia ujian, Nadia butuh duit untuk bayar ujian. Lusa duit harus sudah nyampe”, ucap Nadia tegas.
            Iya, Ayah Ibu usahain secepatnya biar kamu bisa ikut ujian sayang”, ucap orangtua Nadia dengan berat hati karena sebenarnya mereka sudah tidak punya uang untuk membiayai kehidupan mewah Nadia. Membiayai hobi Nadia yang tak lain adalah belanja meski barang yang Nadia beli sebenarnya sudah ia miliki.
Tak sampai lusa uang yang diharapkan Nadia datang juga. Itulah uang terkhir yang dikirimkan untuk Nadia. Bukankah orangtua Nadia sudah jatuh miskin? Lalu dari mana mereka mendapat uang unutk dikirim ke Nadia? Terpaksa ayah Nadia mencuri uang tetangga untuk Nadia. Mereka begitu menyayangi putri tunggalnya itu. Sehingga berbagai macam cara mereka halalkan untuk membahagiakan Nadia. Sedangkan Nadia? Ia tak pernah sekalipun menghargai apapun yang telah diberikan orangtuannya kepada Nadia. Ia menyin-nyiakannya begitu saja. Tak pernah dihargai sekecilpun.
Saat di kantin sekolah, Nadia menceritakan kepada Rissa dan Vean bahwa ia baru saja menerima uang dari orangtuannya.
            Ehh gue bohong, gue bilang gue butuh duit buat bayar ujian, padahalkan ujian nggak bayar, liat nih duitnya..” kata Nadia sambil menunjukkan uang seratusan yang jumlahnya cukup banyak.
            Ini duit bisa buat kita karaokean ntar malam, hahah:”, ucap Nadia dengan bahagia dan bangganya karena akan mentraktir teman-temnnya lagi.
            Tapi kan besok ujian?”, elak Rissa.
            Yaellah, ngapain dipilkirin sih? Kaya biasa dong, bawa hp trus browsing deh”.
Malamnya Nadia, Rissa dan Vean bersiap berangkat ke tempat karaoke. Vean seperti biasa menjemput Nadia di depan cafe dekat kost Nadia. Dan mereka berangkat karaoke dengan naik motor berdua. Seperti halnya remaja zaman sekarang. Nadia pergi hanya menggunakan celana jeans ketat dipadu dengan atasan berupa kaos tanpa lengan. Saat naik motor dengan mesra Nadia memeluk Vean dari belakang.
            Sayang..”, ucap Vean lirih.
Nadia tak menjawab. Hanya memeluk kekasihnya lebih erat saja karen hawa dingin mulai menusuk tulang-tulangnya. Sesampainya ditempat karaoke ternya Rissa belum datang.
            Kebiasaan, suka telat”, kesal Vean sambil menyesapi asap rokok kesukaannya.
            Sabar hunny, paling bentar lagi datang”, hibur Nadia.
Keduana terdiam sesaat. Ponsel Vean pun mulai memecahkan hening yang mulai terbentuk. Dengan cepat Vean memeriksa ponselnya ternyata satu pesan masuk dari Rissa
            Duh, gimana ini? Rissa nggak jadi ikutan”, ucap Vean.
            Yaudah deh gapapa, kita masuk langsunag ja say”.
            Siap cinta”, senyum Vean.
Nadia sudah mulai tak canggung lagi di tempat ini. Dia juga mulai terbiasa dengan pelayan-pelayan disini. Bahkan ia sudah pernah mencicipi semua menu yang ada di tempat karaoke ini. Dari makanan ringan seperti kentang goreng dan jus, sampai dengan minuman beralkohol. Meskipun sudah tahu bahwa kekasihnya besok akan melakukan ujian kelulusan, Vean tetap saja memesan minuman beralkohol kepada pelayan.
Satu, dua, sampai tiga botol minuman beralkohol mereka teguk bersama. Lalu bagaimana dengan Nadia? Sudah pasti dia sudah mabuk. Sudah tak sadar dengan apa yang ada disekitarnya. Setelah cukup larut malam, Vean mengajak Nadia untuk pulang. Karena Nadia yang sudah tak sadarkan diri, dengan terpaksa Vean memapah kekasihnya tersebut. Seperti biasa, Vean hanya mengantar Nadia sampai ke depan cafe. Selanjutnya Nadia pulang sendiri dengan jalan kaki.
Saat Nadia berjalan pulang dengan sempoyongan, ada lima orang preman yang melihatnya. Nadia sempat digoda.
            Cewek.. pulang sendirian aja”, celetuk salah seorang preman yang berambut panjang.
Tapi Nadia hanya melemparkan senyum kepada preman itu. Apa yang preman lakukan selanjutnya? Mereka berusaha mengajak Nadia untuk melakukan hal-hal buruk. Nadia yang mabuk berat hanya mengiyakannya saja.
            Mampir dulu neng”, ujar preman yang berkepala botak.
Malam itu pun lima orang preman melakukan pelecehan terhadap Nadia, dengan kondisi Nadia yang sedang mabuk. Dan Nadia sampai di kost pukul dua dini hari.
Keesokan harinya Nadia bangun kesiangan dan dengan tergesa-gesa berangkan ujian kelulusan tanpa sarapan terlebih dahulu. Sampai di sekolah seperti biasa, dia langsung menghampiri Rissa seorang karena Vean memang sudah lulus dari sekolah tersebut.
            “Ehh.. semalem kok nggak ikut sih? Kan asik”, tanya Nadia dengan cemberut.
            Sorry, gue nggak dibolehin keluar. Disuruh belajar buat ujian.
            Belajar??? Hahaha...”, ejek Nadia. Karena memang Rissa tak pernah belajar dan tiba-tiba disuruh belajar orangtuanya.
Percakapan mereka terhenti karena bel memasuki ruang ujian telah berbunyi. Mereka harus berpisah. Mereka tidak ujiandalam satu ruangan.
Ujian hari pertama, kedua, ketiga Nadia berjalan berbaik. Tapi tak sebaik kondisi orangtua Nadia di desa. Lama-lama aksi korupsi dan mencuri ayah Nadia mulai diketahui warga. Mereka mulai curiga sejak salah seorang warga melihat ayah Nadia membawa sebuah tv malam-malam. Alasannya akan membawa tv tersebut ke tukang reparasi, padahal jam segitu tempat reparasi sudah tutup. Kecurigaan berikutnya diketahui dari salah satu perangkat desa yang menuturkan bahwa ayah Nadia sering mengambil uang kelurahan dan tidak ingin dicatat. Lama-kelamaan warga mulai berniat untuk melaporkan masalah ini ke pihak yang berwajib.
***

Hari ini hari terakhir Nadia menjalani ujian kelulusannya. Nadia berangkat seperti biasa. Seperti biasa? Ya, Nadia berangkat memasuki ruang ujian dengan membawa ponsel untuk menyontek yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Apakah Rissa masih seperti ini juga? Tidak, tiap malam ia belajar karena disuruh orangtuanya. Bahkan orangtua Rissa mendatangkan guru les privat.
Hari terakhir ini tak seperti biasanya. Nadia tampak gelisah. Hari-hari sebelumnya ia tak pernah geisah seperti ini. Nadia mengerjakan soal jian dengan menyontek. Tapi pengawas saat itu sangat teliti. Sehingga aksi menyontak Nadia ketahuan. Ponsel Nadia disita. Nadia dinyatakan tidak lulus dan dikeluarkan dari sekolah. Hari itu juga tepat ketika ayah Nadia di penjarakan oleh warga. Tepat rumah Nadia disita bank karena orangtua Nadia tidak sanggup membayar hutang-hutangnya. Bagaimana dengan ibu Nadia? Ibu Nadia tinggal di rumah adik kandungnya, yang tak lain Ibu dari Aida. Hanya keluarga itulah yang mau menerima dan memaafkan keluarga Nadia.
Setelah dikeluarkan, Nadia segera mengemasi barang-barangnya dikost dan berniat pulang ke desa. Sesampainya Nadia di depan rumah, ia mendapati tulisan di depan pintu.
            “Rumah ini disita bank, apa maksudnya ini??”, tanya Nadia dalam batin. Nadia hanya mematung diri di depan pintu rumah itu. Sampai suara lembut Aida membuyarkan Lamunannya.
            “Kak Nadia, kak Nadia.. kapan Kak Nadia pulang??, tanya Aida.
            Ehh, barusan. Mamah ke mana? Ayah ke mana? Kok rumah gue disita bank?”, cerocos Nadia.
            “saya jelaskan dirumah aja Kak”.
Aida dan Nadia segera menuju rumah Aida yang letaknya tidak jauh dari tempat itu. Disana Nadia mendapati Ibunya yang sedang murung dengan wajah pucat dan badan yang kurus.
            Buu..”
            “Nadia???” segera orangtua dan anak tersebut tenggelam dalam pelukan hangat.
Sunyi terasa. “Bu apa yang terjadi? Ayah kemana?”
Dengan berlinag air mata Ibu menceritakan semua yang terjadi. Nadia hanya mendengarkan dan mulai meneteskan butiran bening dari mata indahnya.  Ia baru menyadari bahwa selama ini Nadia telah begitu menyengsarakan kedua orangtuanya.
            Maafin Nadia Buu”, kata  Nadia sendu.
 Ibu Nadia hanya memeluk dan melemparkan senyum kepada putri kesayangannya itu.
Keesokan harinya Nadia dan Ibunya menjenguk ayahnya yang terkurung dalam dalam penjara atas kelakuannya. Nadia tak lupa meminta maaf kepada ayahnya itu. Dan balasan yang sama didapat oleh Nadia.
            Kamu bagaiman sekolahnya?”
Nadia kembali berlinang air mata. Ia menceritakan semua yang terjadi. Awal berkenalannya dengan Vean dan Rissa, masalah membohongi orangtua tentang uang, hingga masalah ia mengalami pelecehan oleh preman kota. Orangtua Nadia begitu terpukul mendengar pernyataan bahwa Nadia dikeluarkan dari sekolah dan dinyatakan tidak lulus. Mereka merasa bahwa mereka telah gagal mendidik dan menjaga putrinya itu.
Seminggu, dua minggu Nadia dan ibunya tinggal dirumah keluarga Aida yang begitu baik memperlakukannya. Namun kondisi Nadia dan Ibunya semakin memburuk. Ibu Nadia mulai gila memikirkan semua masalah ini. Belum lagi Nadia yang sudah seminggu ini tak kedatangan tamu bulanan. Nadia mulai khawatir dengan keadaannya.
            ”Mungkinkah aku hamil???”, batin Nadia.
Sore ini ketika Nadia sedang duduk ditepi sungai tempat bermainnya semasa kecil. Nadia terseyum simpul. Mengenang masa kecilnya yang masih begitu indah. Bermain dengan banyak teman. Selalu ada ayah ibunya yang memberi kasih sayang lebih dari apapun. Tapi sekarang kondisi itu telah berubah. Tak ada lagi orangtua yang menemaninya setiao waktu. Teman pun tak ada. Hanya Aida yang sesekali menemaninya. Tak terasa Nadia mulai meneteskan butiran bening mulai menetes dari mata bulanya. Dan sebuah dau kering yang berguguran jatuh tepat di pangkunya.
            “Seperti daun kering ini kah aku? Yang sudah tak berharaga, mudah rapuh..”, batin Nadia.
Kini Nadia mulai sadar. Bahwa uang bukanlah sumber kebahagiaan. Tapi kebahagiaan terletak dai seberapa banyak kasih sayang yang diterimanya. Seperti halnya Aida yang hidupnya selalu bahagia meskipun kehidupannya sederhana. Dengan menatap matahari yang mulai tenggelam dengan mengelus perutnya yang ulai membuncit.
            “Apakah aku bahagia???”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar