BLANGKON
Blangkon adalah tutup
kepala yang terbuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari
pakaian tradisional Jawa. Setiap daerah mempunyai jenis blangkon yang berbeda.
Blangkon Yogya dan Blangkon Surakarta/Solo mempunyai perbedaan pada bagian belakangnya,
Pada blangkon Yogya
terdapat ‘modolan’, sedangkan blangkon solo bagian belakangnya pipih/rata. Hal
ini tentu mempunyai filosofi masing-masing, berikut adalah filosofi dari kedua
jenis blangkon.
-
Blangkon Yogya
Blangkon yogya mempunyai mondolan,mondholan gaya
Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-ondehal ini dikarenakan pada waktu itu,
awalnya laki-laki Jogja memelihara rambut panjang kemudian diikat keatas
(seperti Patih Gajah Mada) kemudian ikatan rambut disebut gelungan kemudian
dibungkus dan diikat, lalu berkembang menjadi blangkon.
Kemudian menjadikan salah satu filosofi masyarakat
jawa yang pandai menyimpan rahasia, tidak suka membuka aib orang lain atau diri
sendiri karena ia akan serapat mungkin dan dalam bertutur kata dan bertingkah
laku penuh dengan kiasan dan bahasa halus, sehingga menjadikan mereka selalu
berhati-hati tetapi bukan berarti berbasa-basi, akan tetapi sebagai bukti
keluhuran budi pekerti orang jawa. Dia pandai menyimpan rahasia dan menutupi
aib, dia akan berusaha tersenyum dan tertawa walaupun hatinya menangis, yang
ada dalam pikirannya hanyalah bagai mana bisa berbuat yang terbaik demi sesama
walaupun mengorbankan dirinya sendiri.
-
Blangkon Solo
Blangkon solo berbeda dengan blangkon
jogja. Pada blangkon solo tidak terdapat mandholan hanya saja blangkon gaya Solo mondholannya trepes atau gepeng .
Karena waktu itu lebih dulu mengenal cukur rambut karena
pengaruh belanda, dan karena pengaruh belanda tersebut mereka mengenal jas yang
bernama beskap yang berasal dari beschaafd yang berarti civilized atau
berkebudayaan.
Tidak adanya tonjolan hanya diikatkan jadi satu dengat mengikatkan dua pucuk helai di kanan dan kirinya, yang mengartikan bahwa untuk menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus adalah dua kalimat syahadat yang harus melekat erat dalam pikiran orang jawa.
Tidak adanya tonjolan hanya diikatkan jadi satu dengat mengikatkan dua pucuk helai di kanan dan kirinya, yang mengartikan bahwa untuk menyatukan satu tujuan dalam pemikiran yang lurus adalah dua kalimat syahadat yang harus melekat erat dalam pikiran orang jawa.
Untuk bagian kepala biasanya orang Jawa kuna
(tradisional) mengenakan iket yaitu ikat kepala yang dibentuk
sedemikian rupa sehingga menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket
harus kenceng (kuat) supaya ikatan tidak mudah terlepas. Makna iket
dimaksudkan manusia seyogyanya mempunyai pemikiran yang kenceng, tidak mudah
terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang
matang. Hampir sama penggunaannya yaitu udheng juga, dikenakan di bagian kepala
dengan cara mengenakan seperti mengenakan sebuah topi. Jika sudah dikenakan di
atas kepala, iket dan udheng sulit dibedakan karena ujud dan fungsinya sama.
Udheng dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas, faham.
Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran
yang kukuh, mengerti dan memahami tujuan hidup dan kehidupan atau sangkan
paraning dumadi. Selain itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya
mempunyai ketrampilan dapat menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan
yang mantap atau mudheng. Dengan kata lain hendaklah manusia mempunyai
ketrampilan yang profesional.
RASUKAN UTAWA BESKAP
Busana kejawen
seperti beskap selalu dilengkapi dengan : Benik (kancing
baju) disebelah kiri dan kanan. Lambang yang tersirat dalam benik itu
adalah agar orang (jawa) dalam melakukan semua tindakannya apapun selalu
diniknik, diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang akan dilakukan hendaklah
jangan sampai merugikan orang lain, dapat, menjaga antara kepentingan pribadi
dan kepentingan umum.
Beskap adalah sejenis kemeja pria resmi dalam
tradisi Jawa Mataraman untuk dikenakan pada acara-acara resmi atau penting.
Busana atasan ini diperkenalkan pada akhir abad ke-18[butuh rujukan] oleh kalangan kerajaan-kerajaan di wilayah Vorstenlanden namun kemudian menyebar ke berbagai
wilayah pengaruh budayanya.
Beskap
berbentuk kemeja tebal, tidak berkerah lipat, biasanya berwarna gelap, namun
hampir selalu polos. Bagian depan berbentuk tidak simetris, dengan pola kancing
menyamping (tidak tegak lurus). Tergantung jenisnya, terdapat perbedaan
potongan pada bagian belakang, untuk mengantisipasi keberadaan keris. Beskap selalu dikombinasi dengan jarik (kain
panjang yang dibebatkan untuk menutup kaki.
JARIK UTAWA SINJANG
Jarik atau sinjang merupakan
kain yang dikenakan untuk menutup tubuh dari pinggang sampai mata kaki. Jarik
bermakna aja gampangserik (jangan mudah iri terhadap orang lain).
Menanggapi setiap masalah harus hati-hati,
tidak grusa-grusu (emosional).
Wiru Jarik atau kain dikenakan
selalu dengan cara mewiru (meripel) pinggiran yang vertikal atau sisi
saja sedemikian rupa. Wiru atau wiron (rimple) diperoleh dengan cara
melipat-lipat (mewiru). Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas
dari wiru, dimaksudkan wiwiren aja nganti kleru, kerjakan segala hal jangan
sampai keliru agar bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis.
Bebed adalah kain (jarik) yang
dikenakan oleh laki-laki seperti hal nya pada perempuan, bebed artinya manusia
harus ubed, rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan
dan tumindak nggubed ing rina wengi (bekerja sepanjang hari)
SELOP UTAWA CANELO
Canela mempunyai arti Canthelna jroning
nala (peganglah kuat dalam hatimu) canela sama artinya Cripu, Selop, atau
sandal. Canela selalu dikenakan di kaki, artinya dalam menyembah kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa, hendaklah dari lahir sampai batin sujud atau manembah di
kaki-NYA. Dalam hati hanyalah sumeleh (pasrah) kepada kekuasaan Tuhan Yang Maha
Esa.
KERIS UTAWA WARANGKA
Curiga atau keris berujud
wilahan, bilahan dan terdapat di dalam warangka atau wadahnya.
Curiga dikenakan di bagian belakang badan. Keris ini
mempunyai pralambang bahwa keris sekaligus warangka sebagaimana manusia sebagai
ciptaan dan penciptanya Yatu Allah Yang Maha Kuasa, manunggaling kawula Gusti.
Karena diletakkan di bagian belakang tubuh, keris mempunyai arti bahwa dalam menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa hendaklah manusia bisa untuk ngungkurake godhaning setan yaitu menjauhkan godaan setan yang senantiasa mengganggu manusia ketika manusia akan bertindak kebaikan.
EPEK
(epek berwarna
hitam)
Epek bagi orang jawa mengandung arti
bahwa untuk dapat bekerja dengan baik, harus epek (apek, golek,
mencari) pengetahuan yang berguna. Selama menempuh ilmu upayakan untuk
tekun, teliti dan cermat sehingga dapat memahami dengan jelas.
TIMANG
( timang
berwarna keemasan dengan permata)
Timang bermakna bahwa apabila ilmu yang
didapat harus dipahami dengan jelas atau gamblang, tidak akan ada
rasa samang (khawatir) samang asal dari kata timang.
SABUK
Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan
cara dilingkarkan (diubetkan) ke badan. Ajaran ini tersirat dari sabuk tersebut
adalah bahwa harus bersedia untuk tekun berkarya guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Untuk itulah manusia harus ubed (bekerja dengan sungguh-sungguh)
dan jangan sampai kerjanya tidak ada hasil atau buk (impas/tidak ada
keuntungan). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan
tidak ngebukne. Jadi harus ubed atau gigih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar