INDONESIA
PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
Setelah
dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang
Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa
demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi
dan berdasarkan Undang - Undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI
dijalankan oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
Sistem
politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya
partai-partai politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi
partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal
parlementer gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka
partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan
kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi merupakan
partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI
dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun
susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal,
sebagai berikut:
KABINET-KABINET
MASA DEMOKRASI LIBERAL
1. KABINET NATSIR (6 September 1950 -
21 Maret 1951)
Kabiet
ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi)
sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin Masyumi,
di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta,
karena tidak diberi kedudukan yang sesuai.
Kabinet
ini merupakan kabinet dimana tokoh-tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Asaat, Ir. Djuanda, dan Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo, sehingga kabinet ini merupakan Zaken Kabinet.
Program - program dari Kabinet
Natsir, di antaranya meliputi :
a. mempersiapkan
dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
b. mencapai
konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan
negara yang kuat dan daulat.
c. menggiatkan
usaha keamanan dan ketentraman
d. menyempurnakan
organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan
gerilya dalam masyarakat.
e. memperjuangkan
penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
f. mengembangkan
dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi
nasional yang sehat.
g. membantu
pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat
kesehatan dan kecerdasan rakyat
Keberhasilan yang pernah dicapai
Kabinet Natsir :
a. Di
bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional
b. Indonesia masuk PBB
c. Berlangsung
perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah
Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang
dihadapi :
a. Pada
penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi
bentuan itu diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran.
b. Upaya
memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
c. Timbul
masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh
wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA,
Gerakan RMS
Berakhirnya kekuasaan
kabinet Natsir :
Penyebab
jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam menyelesaikan
masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3
April 1952)
Setelah
jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukatro (PNI)
dan Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk
kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet
Sukiman (Masyumi) - Suwirjo (PNI) yang dipimpin oleh Sukiman.
Adapun program-program Kabinet
Sukiman sebagai berikut :
a. Bidang keamanan, menjalankan tindakan –
tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan
ketentraman.
b. Sosial
– ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum
agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha
penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
c. Mempercepat
persiapan – persiapan pemilihan umum.
d. Di
bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif
serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e. Di
bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh,
perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
Hasil yang dicapai :
Tidak
terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Kabinet Natsir. Hanya saja
terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman, selanjutnya diprioritaskan
untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
a. Adanya
Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan
Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi
dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar
negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah memasukkan
Indonesia ke dalam blok barat.
b. Adanya
krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap
lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
c. Masalah
Irian barat belum juga teratasi.
d. Hubungan
Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Kejatuhan
Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya persetujuan bantuan
ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar
Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa
Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip
dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif. Muncul pertentangan dari
Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada
kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.
3. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3
Juni 1953)
Pada
tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI) dan
Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian
menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu
berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,
sehingga terbentuklah Kabinet Wilopo. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu
kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.
Program Kabinet Wilopo, antara lain
:
a. Program
dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum
(konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan
kemakmuran, pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
b. Program
luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian
Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
a. Adanya
kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang
eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
b. Terjadi
defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih
setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk
mengimport beras.
c. Munculnya
gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa.
Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat
ke daerah yang tidak seimbang.
d. Terjadi
peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI
sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik
sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan
KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia
mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang
dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam
parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan
kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.
Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut
dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden
dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi
angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan
sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
e. Munculnya
peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing
untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah
perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah
digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Sehingga pada
tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar
Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para
petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi
bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung
Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para
petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Akibat
peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
4. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31
Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Setelah
mundurnya Kabinet Wilopo, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Ali Sastroamidjojo.
Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Sedangkan, Masyumi menjadi
partai oposisi.
Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :
Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :
a. Meningkatkan
keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
b. Pembebasan
Irian Barat secepatnya.
c. Pelaksanaan
politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
d. Penyelesaian
Pertikaian politik
Hasil :
a. Persiapan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29
September 1955.
b.
Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun
1955.
Kendala/
Masalah yang dihadapi :
a. Menghadapi
masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII
di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
b. Terjadi
peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam
tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17
Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan
berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan
menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak pemimpin baru
tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak menghiraukan norma-norma
yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan
pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka
berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan KSAD
baru.
c. Keadaan
ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan
gejala membahayakan.
d. Memudarnya
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
e. Munculnya
konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik
kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai
lainnya.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
NU
menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
5. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12
Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Setelah
jatuhnya Kabinet Ali, sebagai gantinya Wakil Presiden Dr. Muh. Hatta menunjuk
Mr. Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai formatir kabinet. Kejadian ini baru
pertama kali di Indonesia, formatir kabinet ditunjuk oleh Wakil Presiden
sebagai akibat dari kepergian Soekarno naik Haji ke Mekkah. Kabinet ini
terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
141 Tahun 1955 tertanggal 11 Agustus 1955 dan mulai bekerja setelah dilantik
tanggal 12 Agustus 1955 dengan dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.
Kabinet
Burhanuddin Harahap adalah merupakan kabinet koalisi yang terdiri atas beberapa
partai, bahkan hamper merupakan Kabinet Nasional, sebab jumlah partai yang
tergabung dalam koalisi kabinet ini berjumlah 13 partai. Tetapi karena masih
ada beberapa partai yang sebagai oposisi tidak duduk dalam kabinet seperti PNI
dan beberapa partai lainnya, maka kabinet ini termasuk kabinet koalisi.
Program – program Kabinet
Burhanuddin Harahap, yaitu :
a. Mengembalikan
kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
b. Melaksanakan
pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru
c. Masalah
desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
d. Perjuangan
pengembalian Irian Barat
e. Politik
Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil :
a. Penyelenggaraan
pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan
15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
b. Perjuangan
Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
c. Pemberantasan
korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer.
d. Terbinanya
hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
e. Menyelesaikan
masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution sebagai
Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Setelah
hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR diumumkan, maka
tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, menyerahkan
mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil
pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini seandainya terus bekerja tidak apa-apa
selagi tidak ada mosi tidak percaya dari parlemen. Tetapi secara Etika politik
demokrasi parlementer, kabinet ini dengan sukarela menyerahkan mandatnya,
setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik untuk anggota DPR maupun
konstituante.
6. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20
Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali
Sastroamidjoyo diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20
Maret 1956. Kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI,
Masyumi, dan NU dengan dipimpin oleh Ali Sastroamidjoyo.
Program :
Program :
Program
kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai
berikut :
a. Perjuangan
pengembalian Irian Barat
b. Pembentukan
daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
c. Mengusahakan
perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
d. Menyehatkan
perimbangan keuangan negara.
e. Mewujudkan
perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan
rakyat.
Selain
itu program pokoknya adalah :
a. Pembatalan
KMB,
b. Pemulihan
keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif,
c. Melaksanakan
keputusan KAA.
Hasil :
Mendapat
dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode
planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB pada
tanggal 3 Mei 1956.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
a. Berkobarnya
semangat anti Cina di masyarakat.
b. Muncul
pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan
sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera
Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan
Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
c. Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
d. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan
masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia.
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena
memang merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat
melindungi pengusaha nasional.
e. Timbulnya
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Mundurnya
sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957), membuat kabinet hasil Pemilu I
ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden pada tanggal 14 Maret 1957.
7. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5
Juli 1959)
Kabinet
Djuanda/Kabinet Karya resmi dilantik tanggal 9 April 1957. Kabinet ini
merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan dari
parlemen karena negara dalam keadaan darurat, namun tetap terdiri dari para
pakar yang ahli dalam bidangnya. Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan
konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta
terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik denga dipimpin oleh Ir.
Djuanda.
Program :
Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga
sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
a. Membentuk
Dewan Nasional
b. Normalisasi
keadaan Republik Indonesia
c. Melancarkan
pelaksanaan Pembatalan KMB
d. Perjuangan
pengembalian Irian Jaya Mempergiat/mempercepat proses
e. Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi
pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat,
menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil yang dicapai :
Hasil yang dicapai :
a. Mengatur
kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang
mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini
menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan
daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
b. Terbentuknya
Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan
pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai
ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin
c. Mengadakan
Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah.
Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan
angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
d. Diadakan
Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri
tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
a. Kegagalan
Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat.
Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
b. Keadaan
ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit
dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
c. Terjadi
peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden
Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta sekolah tempat
putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan kabinet
:
Berakhir
saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah
babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar